Penyakit
ain itu nyata adanya. Pandangan mata bisa menyebabkan orang lain sakit, atau
bahkan meninggal. Tentunya penyakit ain ini begitu berbahaya dan menakutkan.
Lalu bagaimana sebenarnya hakekat penyakit ain, bagaimana cara mencegahnya
serta bagaimana menghindarinya? Simak pemaparan singkat berikut ini.
Apakah
penyakit ain itu?
‘Ain adalah penyakit atau gangguan yang disebabkan pandangan mata.
Disebutkan oleh Syaikh Abdurrahman bin Hasan:
إصابة العائن غيرَه بعينه
“Seorang yang memandang, menimbulkan gangguan
pada yang dipandangnya” (Fathul Majid Syarah Kitab Tauhid).
Dijelaskan oleh Al Lajnah Ad Daimah:
مأخوذة من عان يَعين إذا أصابه بعينه ، وأصلها : من إعجاب العائن
بالشيء ، ثم تَتبعه كيفية نفْسه الخبيثة، ثم تستعين على تنفيذ سمها بنظرها إلى
المَعِين
“‘Ain dari kata ‘aana – ya’iinu yang artinya:
terkena sesuatu hal dari mata. Asalnya dari kekaguman orang yang melihat
sesuatu, lalu diikuti oleh respon jiwa yang negatif, lalu jiwa tersebut
menggunakan media pandangan mata untuk menyalurkan racunnya kepada yang
dipandang tersebut” (Fatawa Al Lajnah Ad Daimah, 1/271).
Gangguan dari ‘ain bisa berupa penyakit, kerusakan
atau bahkan kematian.
Penyakit
ain benar adanya!
Setelah mengetahui definisi dari ‘ain, mungkin
sebagian orang akan bertanya-tanya: “Ah, mana mungkin sekedar memandang akan
menimbulkan penyakit?”, “bagaimana bisa sekedar pandangan membuat seseorang
mati?” Atau bahkan sebagian orang mengingkari adanya ‘ain karena tidak masuk
akal. Oleh karena itulah Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
العين حق، ولو كان شيء سابق القدر سبقته العين
“Ain itu benar-benar ada! Andaikan ada sesuatu
yang bisa mendahului takdir, sungguh ‘ain itu yang bisa” (HR. Muslim).
Dari Aisyah radhiallahu’anha, ia
berkata:
كانَ رَسولُ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عليه وسلَّمَ يَأْمُرُنِي أَنْ
أَسْتَرْقِيَ مِنَ العَيْنِ
“Dahulu Rasulullah Shallallahu’alaihi
Wasallam memintaku agar aku diruqyah untuk menyembuhkan ‘ain” (HR. Muslim).
Dari Jabir bin Abdillah radhiallahu’anhu,
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda:
أكثرُ مَن يموت بعدَ قضاءِ اللهِ وقَدَرِهِ بالعينِ
“Sebab paling banyak yang menyebabkan kematian
pada umatku setelah takdir Allah adalah ain” (HR.
Al Bazzar dalam Kasyful Astar, dihasankan oleh Al
Albani dalam Shahih Al Jami’).
Dan kabar Nabawi ini wajib kita imani, bahwa
‘ain itu benar-benar ada dan pernah terjadi. Dan tentunya sangat mudah bagi
Allah untuk membuat adanya penyakit yang semisal ‘ain ini. Dan nyata penyakit
ini juga banyak disaksikan adanya oleh orang-orang, yaitu ketika didapati
adanya orang-orang yang jatuh sakit secara tiba-tiba tanpa sebab yang jelas.
Sebab terjadinya penyakit ain
‘Ain terjadi karena adanya hasad (iri; dengki) terhadap nikmat yang ada pada orang lain.
Orang yang memiliki hasad terhadap orang lain, lalu memandang orang tersebut
dengan pandangan penuh rasa hasad, ini bisa menyebabkan penyakit ‘ain. Al
Lajnah Ad Daimah menjelaskan:
وقد أمر الله نبيَّه محمَّداً صلى الله عليه وسلم بالاستعاذة من
الحاسد ، فقال تعالى : ومن شر حاسد إذا حسد ، فكل عائن حاسد وليس كل حاسد عائنا
“Allah Ta’ala memerintahkan Nabi Muhammad
Shallallahu’alaihi Wasallam untuk meminta perlindungan dari orang yang hasad.
Dalam Al Qur’an:” … dan dari keburukan orang yang hasad” (QS. Al
Falaq: 5). Maka setiap orang yang menyebabkan penyakit ain mereka adalah orang
yang hasad, namun tidak semua orang yang hasad itu menimbulkan ‘ain” (Fatawa
Al Lajnah Ad Daimah, 1/271).
Pandangan kagum juga bisa menyebabkan ‘ain.
Dalam hadits dari Abu Umamah bin Sahl, ia berkata:
اغتسل أَبِي سَهْلُ بْنُ حُنَيْفٍ بِالْخَرَّارِ، فَنَزَعَ جُبَّةً
كَانَتْ عَلَيْهِ وَعَامِرُ بْنُ رَبِيعَةَ يَنْظُرُ، قَالَ: وَكَانَ سَهْلٌ
رَجُلاً أَبْيَضَ، حَسَنَ الْجِلْدِ، قَالَ: فَقَالَ عَامِرُ بْنُ رَبيعَةَ: مَا
رَأَيْتُ كَالْيَوْمِ وَلا جِلْدَ عَذْرَاءَ، فَوُعِكَ سَهْلٌ مَكَانَهُ،
فَاشْتَدَّ وَعْكُهُ، فَأُتِي رَسُولُ الله – صلى الله عليه وسلم – فَأُخْبِرَ
أَنَّ سَهْلاً وُعِكَ وَأَنَّهُ غَيرُ رَائِحٍ مَعَكَ يَا رسول الله، فَاَتَاهُ
رَسُولُ الله – صلى الله عليه وسلم – فَأَخْبَرَهُ سَهْل بالَّذِي كَانَ مِنْ
شَأنِ عَامِرِ بْنِ رَبِيعَةَ، فَقَالَ رَسُولُ الله – صلى الله عليه وسلم -:
“عَلاَمَ يَقْتُلُ أًحَدُكمْ أَخَاهُ؟ أَلا بَرَّكْتَ؟، إِنَّ الْعَيْنَ حَقٌّ،
تَوَضَّأْ لَهُ”. فَتَوَضَأَ لَهُ عَامِرُ بْنُ رَبِيعَةَ، فَرَاحَ سَهْل مَعَ
رَسُولِ الله – صلى الله عليه وسلم – لَيْسَ بِهِ بَأْسٌ
“Suatu saat ayahku, Sahl bin Hunaif, mandi di
Al Kharrar. Ia membuka jubah yang ia pakai, dan ‘Amir bin Rabi’ah ketika itu
melihatnya. Dan Sahl adalah seorang yang putih kulitnya serta indah. Maka ‘Amir
bin Rabi’ah pun berkata: “Aku tidak pernah melihat kulit indah seperti
yang kulihat pada hari ini, bahkan mengalahkan kulit wanita gadis”. Maka
Sahl pun sakit seketika di tempat itu dan sakitnya semakin bertambah parah. Hal
ini pun dikabarkan kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, “Sahl
sedang sakit dan ia tidak bisa berangkat bersamamu, wahai Rasulullah”. Maka
Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam pun menjenguk Sahl,
lalu Sahl bercerita kepada Rasulullah tentang apa yang dilakukan ‘Amir bin
Rabi’ah. Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda, “Mengapa
seseorang menyakiti saudaranya? Mengapa engkau tidak mendoakan keberkahan? Sesungguhnya
penyakit ‘ain itu benar adanya, maka berwudhulah untuknya!”. ‘Amir bin
Rabi’ah lalu berwudhu untuk disiramkan air bekas wudhunya ke Sahl. Maka Sahl
pun sembuh dan berangkat bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam” (HR. Malik dalam Al-Muwatha’ [2/938] dishahihkan Al
Albani dalam Silsilah Ash Shahihah [6/149]).
Dalam hadits ini ‘Amir bin Rabi’ah memandang
Sahl bin Hunaif dengan penuh kekaguman, sehingga menyebabkan Sahl terkena ‘ain.
Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan:
وإذا كان العائن يخشى ضرر عينه وإصابتها للمعين، فليدفع شرها بقوله:
اللهم بارك عليه
“Orang yang memandang dengan pandangan kagum
khawatir bisa menyebabkan ain pada benda yang ia lihat, maka cegahlah keburukan
tersebut dengan mengucapkan: Allahumma baarik ‘alaih” (Ath Thibbun
Nabawi, 118).
Ain bisa terjadi pada benda mati
Para ulama mengatakan bahwa benda mati juga
bisa terkena ‘ain. Benda mati yang terkena ‘ain bisa mengakibatkan rusak atau
hancur secara tiba-tiba. Wa’iyyadzu billah. Dalam hadits,
Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam berdoa:
اللهم إني أسألك العفو والعافية في ديني ودنياي وأهلي ومالي
“Ya Allah, aku meminta ampunan dan keselamatan
pada agamaku, duniaku, keluargaku, dan hartaku” (HR. Abu Daud, dishahihkan Al
Albani dalam Shahih Abu Daud).
Allah Ta’ala berfirman:
وَلَوْلَا إِذْ دَخَلْتَ جَنَّتَكَ قُلْتَ مَا شَاءَ اللَّهُ لَا
قُوَّةَ إِلَّا بِاللَّهِ إِنْ تَرَنِ أَنَا أَقَلَّ مِنْكَ مَالًا وَوَلَدًا
“Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu kamu
memasuki kebunmu “masyaAllah, laa quwwata illaa billah”. Sekiranya kamu anggap
aku lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan” (QS. Al Kahfi: 39).
Para ulama menjadikan ayat ini dalil bahwa
harta bisa terkena ain dan boleh diruqyah ketika terkena ‘ain. Ibnu
Katsir rahimahullah mengatakan:
قال بعض السلف: من أعجبه شيء من حاله، أو ماله، أو ولده فليقل: ما
شاء لا قوة إلا بالله ـ وهذا مأخوذ من هذه الآية الكريمة
“Sebagian salaf mengatakan: orang yang kagum
pada keadaannya atau hartanya atau pada anaknya, hendaknya ucapkan
maasyaallaah, laa quwwata illaa billaah. Ini diambil dari ayat yang mulia ini”
(Tafsir Ibnu Katsir).
https://muslim.or.id/51176-penyakit-ain.html