Menyewakan Tanah Pertanian
Oleh: Ustadz
Dr. Muhammad Arifin Badri, MA
Alhamdulillah,
shalawat dan salam semoga senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad
Shallallahu ‘alaihi wa sallam beserta keluarga dan sahabatnya.
Bercocok tanam
adalah salah satu lapangan pekerjaan yang halal dan terbukti mendatangkan
hasil. Bahkan hingga saat ini kelangsungan hidup umat manusia terus bergantung
kepada hasil pertanian dan perkebunan. Kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan
yang berhasil digapai manusia belum mampu memberikan alternatif lain. Dan
mungkin hingga Hari Kiamat kondisi ini akan terus berlangsung, hasil pertanian
menjadi sumber kehidupan umat manusia. Allah Ta’ala telah mengisyaratkan akan
fenomena ini dalam banyak ayat, di antaranya dalam ayat berikut:
وَالْأَرْضَ بَعْدَ ذَٰلِكَ دَحَاهَا أَخْرَجَ مِنْهَا مَاءَهَا
وَمَرْعَاهَا وَالْجِبَالَ أَرْسَاهَا مَتَاعًا لَكُمْ وَلِأَنْعَامِكُمْ
“Dan bumi
sesudah itu dihamparkan-Nya. Ia memancarkan daripadanya mata airnya, dan
(menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya. Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan
teguh, (semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu”
[An-Nazi’at/79: 30-33].
Fenomena ini
menjadi bukti tersendiri akan betapa besarnya jasa para petani. Dengan
menikmati hasil kerja keras mereka, umat manusia di dunia dapat mempertahankan
hidupnya.
Berkat perannya
yang senantiasa dibutuhkan oleh masyarakat luas ini, para petani mendapatkan
imbalan pahala yang tiada batas:
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَغْرِ سُ غَرْسًا، أَوْ يَزْرَعُ زَرْعًا،
فَيَأْكُلٌّ مِنْهُ طَيْرٌ أَوْ إِنْسَانٌ أَوْبَهِيْمَةٌ إِلاَّ كَانَ لَهُ بِهِ
صَدَقَةٌ
“Tidaklah ada
seorang muslim yang menanam satu pohon atau menanam tetumbuhan, lalu ada
burung, atau manusia atau hewan ternak yang turut memakan hasil tanamannya,
melainkan tanaman itu bernilai sedekah baginya.” [Riwayat Bukhari dan Muslim]
Imam Nawawi
rahimahullah berkata, “Pada hadits-hadits ini terdapat petunjuk tentang
keutamaan bercocok tanam dan bertani. Pahala sorang petani terus mengalir
hingga Hari Kiamat, selama pohon dan tumbuhan yang ia tanam atau kegunaannya
masih bisa dimanfaatkan. Dan sebelumnya, para ulama juga telah berselisih
pendapat tentang mata pencaharian yang paling bagus dan utama. Ada yang
berpendapat bahwa yang paling utama adalah perdagangan. Ada pula yang berpendapat
bahwa perkerjaan paling utama ialah industri. Ada lagi yang mengatakan bahwa
pertanian adalah yang paling utama, dan pendapat inilah yang lebih benar.”
Hukum
Menyewakan Tanah Pertanian
Jasa dan peran
para petani beserta hasil kerjanya begitu penting karena menyangkut hajat hidup
orang banyak termasuk Anda. Karena itu, terwujudnya ketahanan pangan bagi
seluruh lapisan masyarakat menjadi bagian penting bagi terwujudnya kejayaan
mereka.
Oleh karena
itu, sebagian ulama berpendapat bahwa pada awal Islam Nabi Shallallahu ‘alaihi
wa sallam melarang sahabatnya dari menyewakan ladang atau tanah pertanian.
Mungkin salah satu hikmah yang dapat kita petik dari larangan itu ialah guna memeratakan
ketahanan pangan.
Kondisi para
sahabat, terlebih kaum Muhajirin pada awal hijrah ke kota Madinah, sangat
memprihatinkan. Mereka berhijrah ke kota Madinah tanpa membawa serta harta
kekayaannya. Kondisi ini tentu perlu disiasati dengan bijak dan hikmah,
sehingga tidak berkepanjangan dan menimbulkan dampak sosial yang berat.
Guna menyiasati
kondisi ini Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan beberapa hal, di
antaranya dengan:
Melarang
penyewaan ladang:
مَنْ كَانَتْ لَهُ أَرْضٌ فَلْيَزْرَ غْهَا فَإِنْ لَمْ
يَسْتَطِعْ أَنْ يَزْرَ عَهَا وَعَجَزَ عَنْهَا فَلْيَمْنَحْهَا أَخَاهُ
الْمُسلِمَ وَلاَ يُؤَاجِرْهَاإِيَّاهُ
“Barang siapa
memiliki sebidang tanah, maka hendaknya ia menggarap dan menanaminya. Dan bila
ia tidak bisa menanaminya atau telah kerepotan untuk menanaminya, maka
hendaknya ia memberikannya kepada saudaranya sesama muslim. Dan tidak pantas
baginya untuk menyewakan tanah tersebut kepada saudaranya.” [Riwayat Bukhari
dan Muslim]
Mensyari’atkan
kerja sama yang saling menguntungkan:
Hubungan kerja
sama yang saling menguntungkan ini diwujudkan dalam bentuk musaqaah atau muzaraah.
Melalui dua skema kerja sama ini, kaum Anshar mempekerjakan Muhajirin di ladang
mereka, dan kemudian di saat musim panen tiba, mereka membagi hasilnya sesuai
perjanjian. Adanya kerja sama ini nampak dengan jelas pada penuturan sahabat
Abu Hurairah Radhiyallahu anhu berikut ini:
قَالَتِ الأَنْصَارُ لِلنَّبِىِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ اقْسِم بَيْنَنَا وَ بَيْنَ إِخْوَانِنَاالنَّخِيلَ، قَالَ :لاَ
فَقَالَوا : تَكْفُونَا الْمَئُونَةَ وَنُشْرِكُكُمْ فِى الشَّمَرَةِ، قَالُوا سَمِعْنَاوَأَطَعنَا
“Orang-orang
Anshar berkata kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam “Bagilah ladang kurma
kami menjadi dua bagian, satu bagian untuk kami dan yang lain untuk
saudara-saudara kami Muhajirin.” Namun Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab
usulan ini dengan bersabda: Tidak. Lalu beliau menawarkan solusi lain melalui
sabdanya:”Bila demikian, kalian mempercayakan kepada kami urusan ladang kalian,
dan selanjutnya kami turut serta bersama kalian dalam menikmati hasilnya.”
Spontan kaum Anshar menyambut tawaran beliau ini dan berkata: “Ya, kami
mendengar dan patuh kepada petunjuk ini.” [Riwayat Bukhari]
Demikianlah
kondisi ini berlangsung hingga beberapa saat lamanya. Adapun setelah Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersama para sahabat berhasil menundukkan
musuh-musuhnya, maka terbukalah lahan pertanian yang melimpah ruah. Sejak saat
itu, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menganulir larangannya dan
merestui penyewaan lahan pertanian. Walaupun hal kedua, yaitu kerja sama dengan
skema musaqaah atau muzaraah tetap dibiarkan, karena solusi ini terus
dibutuhkan adanya hingga akhir masa.
Semoga paparan
singkat tentang hukum menyewakan lahan pertanian ini menambah khazanah ilmiah
dan meningkatkan iman Anda kepada syari’at Islam. Syari’at Islam tentang hukum
menyewakan tanah ini menjadi satu bukti tesendiri tentang kesempurnaan Islam.
Sebagaimana dapat pula menjadi bukti nyata bahwa Islam dalam segala aspek
kehidupan menusia telah menyajikan solusi jitu dan terbaik. Semoga Allah Ta’ala
menjadikan kita semua sebagai umat Islam yang senantiasa patuh dan taat dengan
segala perintah dan syari’at-Nya.
Referensi:
https://almanhaj.or.id/41562-menyewakan-tanah-pertanian-2.html