Hasad
Hasad adalah benci dan tidak suka terhadap keadaan baik yang ada pada orang yang dihasad. Hasad adalah penyakit hati yang menimpa sebagian manusia karena kecemburuan dan ketidak ridhoan terhadap takdir Allah ta’ala. Dan dalam kamus al Muhith kata Hasad itu bentuk Masdar dari حسد يحسد حسدا, yaitu berharap agar nikmat dan karunia seseorang beralih kepadanya atau hilang dari orang itu.
Berkata Imam al-Qurthubi: “Hasad itu tercela, pelakunya dihina, Hasad itu menghilangkan kebaikan seperti api menghanguskan kayu bakar”. Berkata Abdullah Ibnu Mas’ud: “Janganlah kalian mengembalikan nikmat nikmat Allah! ada yang bertanya: “siapakah orang yang mengembalikan nikmat-nikmat Allah?”, Beliau menjawab: “yaitu orang-orang yang benci kepada sesamanya karena nikmat dan karunia yang yang Allah berikan”. Berkata Imam al-Qurthubi: “Hasad adalah dosa pertama kali terjadi di langit dan dosa pertama kali terjadi di Bumi, Adapun di langit yaitu hasadnya Iblis kepada Adam dan di Bumi hasadnya Qobil kepada Habil”.
Dan berkata syaikh Utsaimin: “Hasad adalah membenci sesorang karena nikmat yang Allah berikan kepadanya, baik dia berharap nikmat itu hilang dari orang tersebut ataupun tidak”.
‘Ain
Adapun kata ‘Ain pecahan dari “عان ", arti ‘Ain adalah pandangan mata kepada seseorang yang masih hidup”, dan pada zaman dulu di arab hal ini juga dilakukan untuk memata-matai seseorang, dan dikatakan juga ‘Ain adalah menyakiti orang dengan mata, dikatakan: “"عان الرجل, maksudnya dia terkena ‘Ain, dan ‘Ain adalah bagian dari Hasad.
Perbedaan Hasad dan ‘Ain
Adapun perbedaan antara Hasad dan ‘Ain adalah adapun Hasad lebih umum dari ‘Ain. Setiap ‘Ain adalah bagian dari Hasad dan tidak semua Hasad adalah ‘Ain. Dan kadang-kadang pelaku hasad itu bisa hasad kepada orang yang belum ia lihat, adapun pelaku ‘Ain tidak bisa mencelakai kecuali dia lihat”.
Berkata Imam Ibnul Qayyim rahimahullah: dalam kitab “بدائع الفوائد”, “adapun maksud ‘Ain adalah hasad yang khusus, lebih berbahaya dari hasad biasa”. Kata Hasad disebutkan dalam Al-qur’an tanpa diikuti kata ‘Ain karena Hasad lebih umum daripada ‘ain, setiap ‘ain adalah hasad, dan setiap hasad belum tentu ‘ain. Kalau kita berdoa agar terhindar dari hasad maka, sudah masuk juga ‘ain dan inilah kesempurnaan Al-Qur’an, Mukjijat dan balaghohnya.
Berkata Imam Ibnu Hajar rahimahullah dalam kitab “فتح الباري”, adapun hakikat ‘Ain itu adalah pandangan baik bercampur kebencian dari tabi’at yang jelek, sehingga mencelakai yang dipandangnya. Dan berkata Imam Ibnu Atsir rahimahullah dalam kitab ""النهاية, dikatakan: “pulan terkena ‘ain, karena dipandang oleh musuhnya atau orang yang membencinya, perbuatan itu memberikan efek ‘ain, sehingga bisa membuat seseorang jatuh sakit”.
Dan berkata Imam Ibnu Katsir rahimahullah: “ ‘ain dan bahayanya itu benar ada dengan seizin Allah Ta’ala”. Dan berkata Syaikh Utsaimin rahimahullah: ”Hasad dan ‘Ain tidak ada perbedaan diantara keduanya”.
Percaya akan adanya hasad dan ‘ain adalah bagian dari Aqidah seorang muslim, dan dijelaskan di dalam Al-Quran dan Hadits yang shohih akan bahaya hasad dan ‘ain. Di antara dalilnya adalah:
Dalil dari Al-Quran
- Allah Ta’ala menceritakan di dalam Al-Quran tentang kisah Nabi Yakub dan anak-ananknya.
Allah Ta’ala berfirman:
وَقَالَ يَا بَنِيَّ لَا تَدْخُلُوا مِنْ بَابٍ وَاحِدٍ وَادْخُلُوا مِنْ أَبْوَابٍ مُتَفَرِّقَةٍ وَمَا أُغْنِي عَنْكُمْ مِنَ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ إِنِ الْحُكْمُ إِلَّا لِلَّهِ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ وَعَلَيْهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُتَوَكِّلُونَ * وَلَمَّا دَخَلُوا مِنْ حَيْثُ أَمَرَهُمْ أَبُوهُمْ مَا كَانَ يُغْنِي عَنْهُمْ مِنَ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا حَاجَةً فِي نَفْسِ يَعْقُوبَ قَضَاهَا وَإِنَّهُ لَذُو عِلْمٍ لِمَا عَلَّمْنَاهُ وَلَكِنَّ أَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Artinya “Dan Ya’qub berkata, ‘Hai anak-anakku, janganlah kamu (bersama-sama) masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu gerbang yang berlain-lain. Namun demikian aku tiada dapat melepaskan kamu barang sedikitpun dari pada (takdir) Allah. Keputusan menetapkan (sesuatu) hanyalah hak Allah. Kepada-Nya-lah aku bertawakal dan hendaklah kepada-Nya saja orang-orang yang bertawakal berserah diri [67] Dan ketika mereka masuk sesuai dengan perintah ayah mereka, (masuknya mereka itu) tidak dapat menolak sedikit pun keputusan Allah, (tetapi itu) hanya suatu keinginan pada diri Ya’kub yang telah ditetapkannya dan sesungguhnya dia mempunyai pengetahuan, karena Kami telah mengajarkan kepadanya. Tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui [68].” (QS. Yusuf: 67-68).
Dan berkata Imam Ibnu Katsir rahimahullah: ‘Allah menceritakan tentang kisah Nabi Ya’kub ‘alaihi salam, ketika dia memerintahkan anak-anaknya pergi ke Mesir dan agar tidak masuk dari satu pintu, dan masuk dari pintu yang berbeda’. Dan sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnu Abbas: ’hal itu karena Nabi Ya’kub takut anaknya terkena ‘ain, karena anak-anaknya sangat ganteng, gagah dan berwibawa, sehingga ditakutkan mereka akan sakit karena pandangan orang’.
Karena ‘ain itu benar adanya, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا أُغْنِي عَنْكُمْ مِنَ اللَّهِ مِنْ شَيْءٍ
“,,,,,Namun demikian aku tiada dapat melepaskan kamu barang sedikitpun dari pada (takdir) Allah,,,,,” (QS. Yusuf: 67).
Maksudnya adalah sesungguhnya adapaun upaya pencegahan dari marabahaya yang kita lakukan tidak dapat mencegah bila Allah menghendakinya, karena sesungguhnya bila Allah Ta’ala menghendaki sesuatu tidak ada yang bisa mencegahnya.
- Allah Ta’ala berfirman:
وَإِنْ يَكَادُ الَّذِينَ كَفَرُوا لَيُزْلِقُونَكَ بِأَبْصَارِهِمْ لَمَّا سَمِعُوا الذِّكْرَ وَيَقُولُونَ إِنَّهُ لَمَجْنُونٌ
“…Dan sesungguhnya orang-orang kafir itu benar-benar hampir menggelincirkan kamu dengan pandangan mereka, tatkala mereka mendengar Al-Qur’an dan mereka berkata, "Sesungguhnya ia (Muhammad) benar-benar orang yang gila….” (QS. Al-Qolam: 51).Dan berkata Imam Ibnu Katsir rahimahullah, Ibnu Abbas dan Mujahid: “{ليُزْلِقُونك} maksudnya adalah mereka menyakitimu dengan pandangan mereka, kalau bukan karena pertolongan Allah Ta’ala maka engkau akan celaka’. Berdasarkan dalil ini bahwa ‘ain dan bahayanya itu benar.
- Allah Ta’ala berfirman:
وَمِن شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ
“Dan dari kejahatan pendengki bila ia dengki". (QS. Al Falaq:5).
Berkata Imam At Thabari: “ada perbedaan ulama dalam menfsirkan” وَمِن شَرِّ حَاسِدٍ إِذَا حَسَدَ”, sebagaimana yang diperintahkan oleh Rasulullah agar kita berlindung kepada Allah Ta’ala dari kejahatan orang hasad. Sebagian mereka berkata: semuanya baik dari pandangan mereka ataupun diri mereka. Qotadah berpendapat “kita berlindung dari kejahatan pandangan dan orangnya”.
- Dalil Hadits
- Dari Anas bin Malik Radiyallahu’anhu berkata dari Rasulullah bersabda:
لا تَباغَضُوا، ولا تَحاسَدُوا، ولا تَدابَرُوا، وكُونُوا عِبادَ اللَّهِ إخْوانًا
Artinya: “Janganlah kalian saling membenci, saling mendengki, saling membelakangi, dan saling memutuskan hubungan. Wahai hamba-hamba Allah, hendaklah kalian bersaudara.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).Berkata Ibnu Abdil Bar dalam kitab "التمهيد", adapun maksud dari (لا تحاسدوا) adalah menunjukan larangan berbuat saling hasad dari segala bentuk baik makna secara zhohir ataupun secara umum. Dan berkata Ibnu Rajab adapun maksud dari (لا تحاسدوا) adalah jangan saling hasad diantara kalian, adapun hasad itu pusatnya dikebiasaan seseorang. Dalam hal ini ada beberapa tingkatan hasad. Diantaranya:
- Sebagaian ada yang berharap agar nikmat yang ada pada orang yang dia hasad hilang, dengan cara liciknya baik berupa perkataan ataupun perbuatan.
- Sebagian ada yang berharap agar nikmat orang itu berpindah padanya.
- Sebagian ada yang berharap agar nikmat orang itu hilang saja.
Dan semua ini adalah perbuatan kejahatan dan prilaku buruk, dan inilah perbutan hasad yang tercela dan dilarang. Dan hasad adalah dosa yang lakukan oleh Iblis ketika dia hasad kepada Nabi Adam ‘Alaihi Salam. Dan berkata al Munawi adapun maksud dari (لا تحاسدوا) adalah jangan berharap agar nikmat pada orang itu hilang.
- Dari Abdullah Ibnu Umar Radhiyallahu’anhu berkata:
(قيل لرسولِ الله صلى الله عليه وسلم: أيُّ الناسِ أفضل؟ قال: كلُّ مخمومِ القلبِ صدوقِ اللسانِ، قالوا: صدوقُ اللسانِ نعرفُه، فما مخمومُ القلب؟ قال: هو التقيُّ النقيُّ، لا إثمَ فيه، ولا بغيَ، ولا غِلَّ، ولا حسد) رواه ابن ماجه.
Artinya: Ada yang bertanya kepada Rasulullah, siapakah yang paling mulia? Lalu dijawab oleh Rasulullah, setiap makhmumul qalb dan shaduqul lisan (berkata jujur). Sahabat kembali bertanya, “Kalau shaduqul lisan (berkata jujur) kita semua sudah tahu. Tapi apa itu makhmumul qalb? Rasul menjawab “Itu adalah orang yang bertakwa, hatinya bersih, tidak pernah berbuat dosa, tidak pernah memberontak, dendam/benci dan iri kepada orang lain sama sekali. (HR. Ibnu Majah: 4316).
Berkata al Harawi adapun maksud dari (ولا حسد) adalah jangan berharap hilangnya nikmat yang ada pada orang lain.
- Dari Abu Hurairah Radhiyallahu’anhu berkata bahwa Rasulullah bersabda:
(العَيْن حق) رواه البخاري
Artinya: “‘Ain itu benar adanya”. (HR. Bukhori).
Berkata at Thoibi adapun maksud dari (العَيْن حق) adalah si pulan terkena musibah ‘ain. Apabila dipandang oleh musuh atau orang yang hasad maka, efeknya akan jatuh sakit’.
- Dari Abdullah Ibnu Abbas Radhiyallahu’anhu berkata bahwa Rasulullah bersabda:
(الْعَيْنُ حَقٌّ، ولو كان شيءٌ سابَقَ القَدَرَ سَبَقَتْهُ العَيْن) رواه مسلم
Artinya: “Ain itu benar-benar ada! Andaikan ada sesuatu yang bisa mendahului takdir, sungguh ‘ain itu yang bisa” (HR. Muslim no. 2188).
Dan berkata al Qodhi ‘iyyadh adapun maksud dari (ولو كان شيءٌ سابَقَ القَدَرَ سَبَقَتْهُ العَيْن) adalah sebuah penjelasan bahwa tidak ada Sesutu apapun yang bisa terjadi kecuali dengan kehendak Allah Ta’ala, dan segala sesuatu dari bahaya ‘ain dan lainnya sesungguhnya semua itu atas takdir dan kehendak Allah Ta’ala”. Dan berkata Imam an Nawawi Rahimallahu “Diambil dari pendapat jumhur ulama makna hadits ini secara dzahir adalah ‘ain itu benar adanya, dan mengingkarinya adalah termasuk orang-orang yang berbuat bid’ah, apabila syariat agama telah menetapkanya maka, wajib bagi kita menyakininya dan tidak boleh mengingkarinya”.
Faedah
- Perbedaan antara hasad dan ghibthoh
Berkata Ibnu Mandzur “ghibthoh adalah memandang nikmat pada orang lain dengan cara yang baik, yaitu berharap agar bisa memiliki seperti yang dimiliki oleh orang lain tanpa berharap nikmat orang itu hilang darinya’.
Dan adapun ghibthoh digolongkan dalam katagori hasad sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits dari Abdullah ibnu Mas’ud Radhiyallahu’anhu berkata bahwa Rasulullah bersabda:
(لا حَسَدَ إلا في اثنتين: رجل آتاه الله مالا، فسَلَّطَه على هَلَكَتِهِ في الحَقِّ، ورجل آتاه الله حِكْمَة، فهو يقضي بها ويُعَلِّمَها) رواه مسلم.
Artinya “Tidak boleh hasad (iri hati) kecuali pada dua orang: Orang yang Allah anugerahkan baginya harta, lalu ia infakkan di jalan kebenaran, dan orang yang Allah karuniakan hikmah (ilmu yang berdasarkan Al-Qur`ān dan Sunnah), lalu ia memutuskan perkara/mengadili dengannya dan mengajarkannya.” (HR. Muslim).
Berkata Imam an-Nawawi Rahimallahu Ta’ala adapun maksud dari (لا حَسَدَ إلا في اثنتين) berkata para ulama hasad itu terbagi dua yaitu, Hakiki dan Majazi. Adapun Hakiki yaitu, berharap agar nikmat yang dimiliki orang hilang darinya dan ini haram, ini adalah pendapat ijma’ ulama dengan dali-dalil yang shahih. Dan adapun majazi adalah berharap bisa memiliki nikmat seperti yang dimiliki orang tanpa berharap nikmat itu hilang dari orang itu. Jika kita ghibthoh dalam pekara dunia maka hukumya mubah namun bila pekara ketaatan maka hukumnya adalah sunnah.
- Hasad kepada diri sendiri
Dalam hal ini berkata Imam Ibnu Qoyyim Rahimallahu Ta’ala “terkadang terjadi ‘ain pada diri sendiri”, untuk mencegah hal tersebut bisa dengan doa, apabila seseorang melihat kebaikan pada dirinya, atau pada anaknya, atau pada hartanya, atau pada saudaranya’.
Dari ‘Aamar bin Robi’ah Radhiyallahu’anhu bahwa Rasulullah bersabda:
(إذا رأى أحدُكم مِنْ نفسِه أو مالِه أو من أخيِه ما يُعجبُه فلْيدعُ له بالبركة، فإنَّ العينَ حقٌّ) رواه النسائي
Artinya “Ketika salah satu di antara kalian kagum saat melihat dirinya sendiri, barang miliknya atau saat melihat saudaranya, maka doakanlah dia dengan keberkahan, karena ‘ain itu nyata” (HR Nasa’i dan Hakim).Berkata Iman as Shon’ani Rahimahullahu Ta’ala adapun maksud dari (إذا رأى أحدُكم مِنْ نفسِه أو مالِه أو من أخيِه ما يُعجبُه) adalah segala hal yang dia merasa baik dan bangga pada dirinya (فلْيدعُ له بالبركة), karena itu adalah perbuatan ta’ajub yang bisa menyebabkan dia terkena ‘ain maka, wajib baginya meolak bahaya tersebut dengan doa “بارك الله لي أو لك في نفسك وأهلك ومالِك”, karena sesunggunya ‘ain itu benar adanya”.
Dan berkata Imam Ibnu Katsir Rahimahullahu Ta’ala, berkata sebagaian ulama salaf “ siapa saja yang ta’ajub kepada hartanya atau anaknya maka, ucapkanlah" ما شاء الله لا قوة إلا بالله”, dan berkata Ibnu Abdul Bar dalam kitab "التمهيد", untuk meminta agar diberkati, seseorang berkata “اللهم بارك فيه”, dan seumpamanya”.
- Ruqyah Syar’iyah
Apabila seseorang takut terkena ‘ain dan hasad pada dirinya atau pada anaknya maka, boleh melakukan ruqyah untuk dirinya dan untuk anaknya. Dari sahabat Sa’id al-Khudri Radhiyallahu’anhu berkata:
أن جبريل أتى النبي صلى الله عليه وسلم، فقال: يا مُحمد اشتكيتَ، فقال: نعم، قال: بسم الله أرقيك، مِنْ كل شيء يؤذيك، مِنْ شر كل نفس أو عين حاسد، الله يشفيك بسم الله أرقيك. رواه مسلم.
Artinya “Sesungguhnya Malaikat Jibril mendatangi Nabi Shallallahu alaihi wassalam dan berkata; Hai Muhammad! Sakitkah engkau? Nabi menjawab:”Ya”. Jibril mengucapkan; Dengan Nama Allah, saya meruqiyahmu dari segala sesuatu yang menyakitimu, dari bahaya segala jiwa dan mata yang dengki. Allah Ta’ala yang menyembuhkanmu. Dengan Nama Allah aku meruqiyahmu”. (Shahih Muslim).
Dan dari Abdullah ibnu Abbas Radhiyallahu ’anhu berkata:
(أنَّ النَّبيَّ صلى الله عليه وسلم كان يُعوِّذُ الحَسَنَ والحُسَينَ فيقول: أُعيذُكما بكلماتِ اللهِ التَّامَّة مِن كلِّ شيطانٍ (إنسيًّا كان أو جِنيًّا) وهامَّة (الهامَّةُ هي كلُّ ما له سَمٌّ)، ومِن كلِّ عينٍ لامَّة (هي العينُ الَّتي تُصيبُ بالسُّوءِ وتُلحِقُ الضَّررَ بمَن تَنظُرُه)) رواه أبو داود.
Artinya “Senantiasa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca bacaan untuk perlindungan Al Hasan dan al Husain, dan beliau mengucapkan: “Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari setiap setan (baik bangsa manusia ataupun bangsa jin), binatang yang beracun (segala hewan yang beracun), dan dari setiap mata yang menyakitkan (yaitu pandangan menyebabkan keburukan dan mendatangkan bahaya bagi yang dilihatnya)’.” (HR. Bukhari).
Melakukan ruqyah syar’iyah dari hasad, ‘ain dan sakit ada anjurannya dari hadits yang shahih, dan telah bersabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
(لا بأس بالرُّقى ما لم تكن شركاً) رواه مسلم
Artinya “Tidak mengapa melakukan ruqyah selama itu tidak mengandung kesyirikan”. (HR. Muslim).
Dan berkata Imam as Suyuthi dan Ibnu Hajar “telah sepakat para ulama kebolehan melakukan ruqyah dengan tiga syarat:
- Dengan Al-Quran, nama-nama Allah dan sifat-Nya.
- Dengan berhasa arab dan diketahui maknanya
- Menyakini bahwa ruqyah hanyalah jalan atau usaha saja sedangkan yang menyembuhkan Allah Ta’ala.
Hasad dan ‘ain itu nyata adanya, menyakini akan adanya hasad dan ‘ain bukanlah sebuah kesyirikan dan bukan juga haram, akan tetapi itu adalah bagian dari Aqidah dengan dalil Al-Qur’an dan Hadits yang shahih. Oleh karen itu, tidak pantas bagi seorang muslim menyibukkan diri dalam perbuatan hasad, sehingga dia menghabiskan waktunya untuk itu saja. Segala sesutu dengan keputusan dan takdir Allah Ta’ala. Ketahuilah bahwa hasad dan ‘ain tidak akan dapat membahayakan jika Allah Ta’ala tidak mengizinkannya.
AllahTa’ala berfirman:
(يونس107) {وَإِن يَمْسَسْكَ اللّهُ بِضُرٍّ فَلاَ كَاشِفَ لَهُ إِلاَّ هُوَ وَإِن يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلاَ رَآدَّ لِفَضْلِهِ}
Artinya,”Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya keculai Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tidak ada yang dapat menolak kurnia-Nya”. (QS. Yunus: 107).
وقال النبي صلى الله عليه وسلم لعبد الله بن عباس رضي الله عنه: (احفَظِ اللَّهَ يحفَظك، احفَظِ اللَّهَ تَجِدْه تجاهَك، إذا سأَلتَ فاسألِ اللَّهَ، وإذا استعَنتَ فاستَعِن باللَّه، واعلَم أنَّ الأمَّةَ لو اجتَمعت على أن ينفَعوكَ بشَيءٍ لم يَنفعوكَ إلَّا بشيءٍ قد كتبَهُ اللَّهُ لَك، وإنِ اجتَمَعوا على أن يضرُّوكَ بشَيءٍ لم يَضرُّوكَ إلَّا بشيءٍ قد كتبَهُ اللَّهُ عليك، رُفِعَت الأقلامُ وجفَّت الصُّحف (كُتِبَت مَقاديرُ الخلائقِ جميعًا، ورُفِع القلم، فلا زِيادة ولا نُقْصان)) رواه الترمذي
Artinya “Dan bersabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam kepada ‘Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata, Jagalah Allah, niscaya Allah akan menjagamu. Jagalah Allah, niscaya engkau akan mendapati-Nya di hadapanmu. Jika engkau mau meminta, mintalah kepada Allah. Jika engkau mau meminta pertolongan, mintalah kepada Allah. Ketahuilah apabila semua umat berkumpul untuk mendatangkan manfaat kepadamu dengan sesuatu, maka mereka tidak bisa memberikan manfaat kepadamu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan untukmu. Dan seandainya mereka pun berkumpul untuk menimpakan bahaya kepadamu dengan sesuatu, maka mereka tidak dapat membahayakanmu kecuali dengan sesuatu yang telah Allah tetapkan bagimu. Pena-pena (pencatat takdir) telah diangkat dan lembaran-lembaran (catatan takdir) telah kering.’” (HR. Tirmidzi).
Dan berkata Imam an-Nawawi Rahimallahu Ta’ala: “segala sesuatu terjadi karena takdir Allah Ta’ala, dan tidak akan terjadi keculai dengan izin Allah Ta’ala dan ilmu-Nya. Dan tidaklah terjadi segala kebaikan dan keburukan melainkan dengan izin Allah Ta’ala.
Diterjemahkan dari artikel Islamweb.net.
Judul Asli: الحسد والعين
Penterjemah: Darus Selian