Kisah An Najasy Bersama Para Punggawa Pengkhianat Negri Habsyah
Kisah An Najasy Bersama Para Punggawa Pengkhianat Negri Habsyah

Alhamdulillah, Shalawat dan Salam kepada Nabi kita Muhammad, Keluarga dan Sahabatnya.

Siapa yang meniliti dengan baik kalam ulama, pasti akan menemukan bahwa hukum rokok itu haram, demikian menurut pendapat para ulama madzhab. Hanya pendapat sebagian kyai saja (-maaf- yang barangkali doyan rokok) yang tidak berani mengharamkan sehingga ujung-ujungnya mengatakan makruh atau ada yang mengatakan mubah. Padahal jika kita meneliti lebih jauh, ulama madzhab tidak pernah mengatakan demikian, termasuk ulama madzhab panutan di negeri kita yaitu ulama Syafi’iyah.

Ulama Syafi’iyah seperti Ibnu ‘Alaan dalam kitab Syarh Riyadhis Sholihin dan Al Adzkar serta buku beliau lainnya menjelaskan akan haramnya rokok. Begitu pula ulama Syafi’iyah yang mengharamkan adalah Asy Syaikh ‘Abdur Rahim Al Ghozi, Ibrahim bin Jam’an serta ulama Syafi’iyah lainnya mengharamkan rokok.

Qalyubi (Ulama mazhab Syafi’I wafat: 1069 H) ia berkata dalam kitab Hasyiyah Qalyubi ala Syarh Al Mahalli, jilid I, hal. 69, “Ganja dan segala obat bius yang menghilangkan akal, zatnya suci sekalipun haram untuk dikonsumsi. Oleh karena itu para Syaikh kami berpendapat bahwa rokok hukumnya juga haram, karena rokok dapat membuka jalan agar tubuh terjangkit berbagai penyakit berbahaya“.

Ulama madzhab lainnya dari Malikiyah, Hanafiyah dan Hambali pun mengharamkannya. Artinya para ulama madzhab menyatakan rokok itu haram. Silakan lihat bahasan dalam kitab ‘Hukmu Ad Diin fil Lihyah wa Tadkhin’ (Hukum Islam dalam masalah jenggot dan rokok) yang disusun oleh Syaikh ‘Ali Hasan ‘Ali ‘Abdul Hamid Al Halabi hafizhohullah terbitan Al Maktabah Al Islamiyah hal. 42-44.

Di antara alasan haramnya rokok adalah dalil-dalil berikut ini.

Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :


وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan“. (QS. Al Baqarah: 195).

Karena merokok dapat menjerumuskan dalam kebinasaan, yaitu merusak seluruh sistem tubuh (menimbulkan penyakit kanker, penyakit pernafasan, penyakit jantung, penyakit pencernaan, berefek buruk bagi janin, dan merusak sistem reproduksi), dari alasan ini sangat jelas rokok terlarang atau haram.

Rasul Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam bersabda :


لا ضَرَرَ ولا ضِرارَ
“Tidak boleh memulai memberi dampak buruk (mudhorot) pada orang lain, begitu pula membalasnya.” (HR. Ibnu Majah no. 2340, Ad Daruquthni 3/77, Al Baihaqi 6/69, Al Hakim 2/66. Kata Syaikh Al Albani hadits ini shahih).

Dalam hadits ini dengan jelas terlarang memberi mudhorot pada orang lain dan rokok termasuk dalam larangan ini.

Perlu diketahui bahwa merokok pernah dilarang oleh Khalifah Utsmani pada abad ke-12 Hijriyah dan orang yang merokok dikenakan sanksi, serta rokok yang beredar disita pemerintah, lalu dimusnahkan. Para ulama mengharamkan merokok berdasarkan kesepakatan para dokter di masa itu yang menyatakan bahwa rokok sangat berbahaya terhadap kesehatan tubuh. Ia dapat merusak jantung, penyebab batuk kronis, mempersempit aliran darah yang menyebabkan tidak lancarnya darah dan berakhir dengan kematian mendadak.

Sanggahan pada Pendapat Makruh dan Boleh

Sebagian orang (bahkan ada ulama yang berkata demikian) berdalil bahwa segala sesuatu hukum asalnya mubah kecuali terdapat larangan, berdasarkan firman Allah :


هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا
“Dia-lah Allah, yang telah menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu“. (QS. Al Baqarah: 29).

Ayat ini menjelaskan bahwa segala sesuatu yang diciptakan Allah di atas bumi ini halal untuk manusia termasuk tembakau yang digunakan untuk bahan baku rokok.

Akan tetapi dalil ini tidak kuat, karena segala sesuatu yang diciptakan Allah hukumnya halal bila tidak mengandung hal-hal yang merusak. Sedangkan tembakau mengandung nikotin yang secara ilmiah telah terbukti merusak kesehatan dan membunuh penggunanya secara perlahan, padahal Allah telah berfirman:


وَلَا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu“. (QS. An Nisaa: 29).

Sebagian ulama yang lain berpendapat bahwa merokok hukumnya makruh, karena orang yang merokok mengeluarkan bau tidak sedap. Hukum ini diqiyaskan dengan memakan bawang putih mentah yang mengeluarkan bau yang tidak sedap, berdasarkan sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam:


مَنْ أَكَلَ الْبَصَلَ وَالثُّومَ وَالْكُرَّاثَ فَلَا يَقْرَبَنَّ مَسْجِدَنَا، فَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ تَتَأَذَّى مِمَّا يَتَأَذَّى مِنْهُ بَنُو آدَمَ
“Barang siapa yang memakan bawang merah, bawang putih (mentah) dan karats, maka janganlah dia menghampiri masjid kami, karena para malaikat terganggu dengan hal yang mengganggu manusia (yaitu: bau tidak sedap)“. (HR. Muslim no. 564).

Dalil ini juga tidak kuat, karena dampak negatif dari rokok bukan hanya sekedar bau tidak sedap, lebih dari itu menyebabkan berbagai penyakit berbahaya di antaranya kanker paru-paru. Dan Allah Ta’ala berfirman:


وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan“. (QS. Al Baqarah: 195).

Wallahu Waliyyut Taufiq. Alhamdulillahilladzi Bi Ni’matihi Tatimmush Sholihaat.

Penulis: Muhammad Abduh Tuasikal

Sumber: https://muslim.or.id/6964-rokok-itu-haram.html

An Najasy adalah putra tunggal Raja Habasyah (Etiopia).

Para punggawa kerajaan Habasyah kawatir bila kerajaan mereka akan kehabisan pemimpin, mengingat raja mereka hanya memiliki satu putra semata wayang yaitu An Najasy atau yang Bernama Ashhamah, dan kala itu masih kanak kanak.

Kebodohan para punggawa kerajaan tersebut menjadikan mereka bertindak bodoh. Mereka hendak mengalihkan kekuasaan negri Habasyah kepada saudara kandung sang Raja yang memiliki 12 anak keturunan. Dengan harapan, bila sang Raja meninggal masih ada stok calon raja yang bisa saling menggantikan. Dengan demikian kerajaan mereka terus berjaya dan kuat. Sekali lagi bodoh tetaplah bodoh, memiliki musuh cerdas lebih berguna dibanding memiliki sahabat bodoh nan pandir.

Para punggawa kerajaan yang pandir nan bodoh itu akhirnya benar benar melaksanakan rencana bodoh dan jahat mereka, sehingga mereka membunuh raja mereka sendiri, dan kemudian mereka mengangkat saudara kandung raja menjadi Raja baru mereka.

Adapun An Najasyi, maka ia dirawat oleh pamannya yang kini telah menjadi raja baru negri Habasyah menggantikan ayah kandungnya. An Najasy tumbuh dewasa menjadi seorang lelaki cerdas dan gagah perkasa.

Sedangkan kedua belas anak keturunan paman An Najasy ternyata tumbuh kembang namun mereka adalah para pemuda bodoh, pandir, bejat akhlaqnya dan dungu.

Para punggawa negri Habasyah yang semula membunuh ayah kandung An Najasy mulai khawatir bila di kemudian hari Raja mereka memutuskan untuk menyerahkan Kembali kerajaan Habasyah kepada keponakannya itu yang terbukti lebih layak menjadi raja dibanding kedua belas anak kandungnya.

Para punggawa pengkhianat itu terus membujuk sang raja untuk membunuh An Najasy atau mengasingkannya, karena mereka kawatir bila suatu saat An Najasy membalas dendam kepada mereka yang telah membunuh ayah kandungnya.

Sang Rajapun menuruti bisikan jahat para punggawa perngkhianat tersebut, namun ia memilihi opsi mengasingkan An Najasy dibanding membunuhnya.

Para punggawa negri Habasyah pengkhianat itu akhirnya menangkap An Najasy dan menjualnya ke seorang pedagang budak senilai 600 dirham, lalu An Najasy dibawa pergi oleh pedagang budak tersebut. Pada sore harinya, di negri Habasyah turun hujan lebat, setelah sekian lama tidak turun hujan. Merasa Bahagia dengan hujan yang turun, sang Raja tertarik untuk berhujan hujan, namun tanpa diduga, ia disambar petir hingga akhirnya meninggal dunia.

Para pembesar negri Habasyah menjadi kebingungan, mereka berusaha mencari pengganti raja dari kedua belas anak sang raja, namun semuanya tidak layak menjadi raja karena mereka adalah pemuda-pemuda pandir.

Tak ayal lagi, negri Habasyah menjadi kacau balau, hingga akhirnya para punggawa negri Habasyah benar benar kehilangan cara untuk mendapatkan orang yang layak menjadi raja mereka. Akhirnya salah satu dari mereka mengusulkan agar mereka mencari Kembali An Najasy yang baru saja mereka jual.

Segera mereka mencurahkan segala daya upaya mereka untuk menemukan kembali An Najasy, dan akhirnya merekapun berhasil menemukan pedagang yang telah membeli An Najasy.

Setelah terjadi kesepakatan jual beli, mereka segera menobatkan An Najasy menjadi Raja Habasyah.

Seusai An Najasi mereka nobatkan menjadi raja, pedagang yang semula membeli An Najasy datang menagih bayaran yang belum dibayarkan oleh para punggawa pengkhianat negri Habasyah itu, dan ternyata mereka enggan membayar harga pembelian An Najasy.

Sekali pengkhianat tetaplah pengkhianat; mereka Kembali berkhianat dengan tidak membayar harga An Najasy.

Akhirnya pedagang itu berkata kepada mereka: Aku akan menemui raja baru kalian dan menceritakan ulah kalian yang tidak membayar. Merekapun tetap dengan pengkhianatan mereka tidak mau membayar.

Sesampainya pedagang itu dihadapan mantan budaknya yang kini telah menjadi Raja, ia berkata: Wahai sang raja, aku telah membeli seorang budak di pasar dari seseorang, seharga enam ratus dirham, dan setelah aku serahkan uangku, akupun membawa pergi budak yang aku beli tersebut, Dan pembelipun membawa pergi uang pembayaranku.

Setelah aku membawa pergi budakku, tidak selang berapa lama, penjual kembali menemuiku dan merampas budakku namun mereka enggan mengembalikan uangku.

An Najsy menjawab ucapan pedagang itu dengan berkata: Mereka harus mengembalikan uang dirhammu, bila tidak maka mereka harus mengembalikan budak itu kepadamu, sehingga engkau bisa membawanya pergi kemanapun engkau suka.

Mendengar jawaban An Najasy yang kini telah menjadi raja Habasyah, para punggawa pengkhianat itu segera berkata: Bila demikian, kami kembalikan uang dirhamnya.

Seketika itu An Najasi berkata:


ما أخذ الله مني الرشوة حين رد علي ملكي، فآخذ الرشوة فيه
Allah tidak menerima suap dariku Ketika Ia mengembalikan kerajaanku kepadaku, maka selama aku menjadi raja, aku tidak akan pernah menerima suap sedikitpun. (Siyar A’alam An Nubala’ 1/429).

sumber: facebook Dr Muhammad Arifin Badri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error

Enjoy this blog? Please spread the word :)