Penantian panjang akan adanya Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru akhirnya sudah di depan mata. Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengesahkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). KUHP baru menjadi produk hokum pertama yang diresmikan Jokowi tahun ini.
Dikutip dari detikcom halaman 229 salinan dokumen KUHP baru, Senin (2/1/2023), tertulis undang-undang ini disahkan di Jakarta oleh Presiden Jokowi. Dan undang-undang ini diundangkan di Jakarta oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno di hari itu juga.
KUHP baru ini memuat 624 pasal, sekaligus menggantikan KUHP peninggalan Belanda. Selain itu, KUHP baru juga mengkodifikasi sejumlah UU lain.
Pasal 624 menerangkan penjelasan soal waktu mulai berlakunya KUHP baru.
"Undang-Undang ini mulai berlaku setelah 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal diundangkan," demikian bunyi Pasal 624.
Pro Kontra soal KUHP
Pro kontra soal Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) menjadi Undang-Undang masih terus bergulir. Beberapa pasal dianggap berpotensi melanggar HAM. Pakar hukum tata negara Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto (Unsoed) pun memberikan pandangannya.
"Ketika saya baca ada beberapa daftar isian masalah atau pasal-pasal yang masih kontroversi dan itu mungkin untuk disatukan sulit," kata pakar Hukum Tata Negara Unsoed Prof Muhammad Fauzan kepada detikJateng di sela acara sosialisasi RKUHP oleh Kementerian Kominfo di Fakultas Hukum Unsoed, Selasa (6/12/2022).
Pengesahan KUHP dibayangi oleh penolakan dari sejumlah kelompok atas pasal-pasal yang dianggap membuka potensi kriminalisasi. KetuaUmum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Muhammad Isnur menilai masih terdapat pasal yang berpotensi multitafsir sehingga membuka ruang kriminalisasi warga. Seperti halnya YLBHI, Dewan Pers mencatat setidaknya ada 17 pasal dalam UU KUHP baru yang berpotensi mengganggu kebebasan pers.
Tidak hanya dari dalam negeri, Duta Besar Amerika Serikat (AS) untuk Indonesia, Sung Y Kim, mengkritik KUHP baru bakal berdampak negative terhadap iklim investasi Indonesia. Pemerintah Indonesia menepis kritik tersebut.
"Tidak benar jika dikatakan bahwa pasal-pasal dalam RKUHP terkait ranah privat atau moralitas yang disahkan oleh DPR berpotensi membuat investor dan wisatawan asing lari dari Indonesia," kata Pelaksana tugas (Plt) Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan (Dirjen PP) Kementerian Hukum dan HAM, Dhahana Putra, dalam siaran pers resmi, Rabu (7/9/2022).
13 Pasal di KUHP Baru yang Tuai Kontroversi
- Pasal tentang Penghinaan Presiden
- Pasal 218
- (1) Setiap Orang yang Di Muka Umum menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden dan/atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
- (2) Tidak merupakan penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), jika perbuatan dilakukan untuk kepentingan umum atau pembelaan diri.
- Pasal 219 Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat terhadap Presiden dan/atau Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
- Pasal 218
- Pasal Penghinaan Lembaga Negara
- Pasal 240 Setiap Orang yang Di Muka Umum melakukan penghinaan terhadap pemerintah yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
- Pasal 241 Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penghinaan terhadap pemerintah dengan maksud agar isi penghinaan diketahui umum yang berakibat terjadinya kerusuhan dalam masyarakat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak kategori IV.
- Pasal tentang Hidup Bersama
- Pasal 412
- (1) Setiap Orang yang melakukan hidup bersama sebagai suami istri di luar perkawinan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori II.
- (2) Terhadap Tindak Pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan: suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan; atau Orang Tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.
- Pasal terkait Kesusilaan
- Pasal 412
- Pasal tentang Hukuman Mati
- Pasal tentang Penghinaan Proses Peradilan
- Pasal tentang Tindak Pidana Agama
- Pasal tentang Komunisme, Leninisme dan Marxisme
- Pasal tentang Pendapat di Muka Umum
- Pasal tentang Perampasan Aset
- Pidana Santet
- Pasal 252
- (1). Setiap Orang yang menyatakan dirinya mempunyai kekuatan gaib, memberitahukan, memberikan harapan, menawarkan, atau memberikan bantuan jasa kepada orang lain bahwa karena perbuatannya dapat menimbulkan penyakit, kematian, atau penderitaan mental atau fisik seseorang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 6 (enam) Bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV.
- (2). Jika Setiap Orang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan perbuatan tersebut untuk mencari keuntungan atau menjadikan sebagaimata pencaharian atau kebiasaan, pidananya dapat ditambah 1/3 (satu per tiga).
- Tindak Pidana HAM Berat
- Pasal 252
Pasal 598 Dipidana karena genosida Setiap Orang yang dengan maksud menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, etnis, agama, atau kepercayaan dengan cara: membunuh anggota kelompok; mengakibatkan penderitaan fisik atau mental berat terhadap anggota kelompok; menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang diperhitungkan akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik, baik seluruh maupun sebagian; memaksakan tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran dalam kelompok; atau memindahkan secara paksa Anak dari kelompok-kekelompok lain, dengan pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun.
- Pasal tentang Koruptor
- Pasal 603 Setiap Orang yang secara melawan hokum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau Korporasi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori II dan paling banyak kategori VI.
- Pasal 604 Setiap Orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau Korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya Karena jabatan atau kedudukan yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit kategori II dan paling banyakk ategori VI.
Sejarah KUHP
KUHP merupakan induk peraturan hokum pidana di Indonesia. WvSNI merupakan turunan dari Wetboek van Strafrecht (WvS) yang diberlakukan di Belanda sejak tahun 1886. Tetapi, pemerintah Belanda yang menduduki Indonesia saat itu menerapkan penyesuaian dalam memberlakukan WvS. Beberapa pasal dihilangkan dan disesuaikan dengan kondisi dan misi kolonialisme Belanda. WvSNI diberlakukan di Indonesia sejak 1918. Saat itu, Indonesia yang dijajah Belanda masih bernama Hindia Belanda. Pasca kemerdekaan, pemerintah Indonesia mengganti sebutan WvSNI menjadi Kitab Undang-undang Hukum Pidana atau KUHP pada 1946.
Perjalanan RKUHP menjadi KUHP yang baru
Seminar Hukum Nasional I yang diadakan tahun 1963 menghasilkan desakan untuk membuat KUHP Nasional yang baru dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Pemerintah kemudian mulai merancang RKUHP sejak 1970 untuk mengganti KUHP yang berlaku saat ini. Waktu itu, tim perancang diketuai oleh Prof. Sudarto dan diperkuat beberapa Guru Besar Hukum Pidana lain di Indonesia. Namun, upaya agar RKUHP tersebut diserahkan kepada DPR dan dibahas tidak kunjung terwujud.
Pada tahun 2004, tim baru pembuatan RKUHP dibentuk di bawah Prof. Dr. Muladi, S.H. RKUHP tersebut baru diserahkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada DPR untuk dibahas delapan tahun kemudian atau pada 2012. DPR periode 2014-2019 kemudian menyepakati draf RKUHP dalam pengambilan keputusan tingkat pertama. Namun, timbul berbagai reaksi. Gelombang protes terhadap sejumlah pasal RKUHP muncul dari masyarakat, termasuk dari para pegiat hukum dan mahasiswa. Pada September 2019, Presiden Joko Widodo yang menggantikan SBY memutuskan untuk menunda pengesahan RKUHP dan memerintahkan peninjauan kembali pasal-pasal yang bermasalah. Anggota DPR lalu secara resmi kembali melanjutkan pembahasan RKUHP bulan pada April 2020. Pembahasan pun terus bergulir hingga saat ini. Secara umum, tidak ada perubahan substansi di dalam draf RKUHP yang telah disetujui pada tahun 2019. DPR lalu menargetkan RKUHP disahkan bulan Juli 2022. Namun, RKUHP batal disahkan karena pemerintah masih melakukan sejumlah perbaikan. Selain itu, penolakan terhadap sejumlah pasal RKUHP yang dianggap bermasalah masih terjadi hingga saa tini.
Sumber Informasi:
https://www.viva.co.id
https://www.detik.com
https://nasional.kompas.com
https://katadata.co.id