Dalam al–Mughni (1/226), Ibnu Qudamah rahimahullah menyebutkan,
رُوِيَ عَنْ أَحْمَدَ رَحِمَهُ اللَّهُ ، أَنَّهُ قَالَ : لَا بَأْسَ أَنْ تَشْرَبَ الْمَرْأَةُ دَوَاءً يَقْطَعُ عَنْهَا الْحَيْضَ ، إذَا كَانَ دَوَاءً مَعْرُوفًا
Diriwayatkan dari Imam Ahmad rahimahullah, beliau berkata, “Tidak mengapa seorang wanita mengonsumsi obat-obatan untuk menghalangi haid, asalkan obat tersebut baik (tidak membawa efek negatif).”
Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin ditanya tentang hukum mengonsumsi obat pencegah haid. Beliau menjawab:
“Penggunaan pil-pil pencegah haid jika tidak membahayakan kesehatan, maka tidak mengapa dengan syarat diizinkan oleh suaminya. Akan tetapi, sebatas pengetahuanku bahwa pil-pil ini membahayakan para wanita. Sebagaimana diketahui bahwa keluarnya darah haid adalah sesuatu yang sifatnya alami. Sesuatu yang sifatnya alami, jika dihalangi keluarnya dari waktu yang semestinya pasti akan muncul gangguan pada tubuhnya. Demikian juga, termasuk bahayanya akan mengacaukan kebiasaan haidnya sehingga dia dalam kebimbangan terhadap shalatnya dan juga dalam hubungan dengan suaminya dan lain-lain. Oleh karena itu, aku tidak mengatakan bahwa penggunaannya adalah perkara yang haram, tetapi aku tidak suka jika para wanita menggunakan karena bahaya yang dikhawatirkan akan menimpanya.
Aku katakan, semestinya seorang wanita ridha dengan ketentuan Allah Ta’ala padanya. Nabi pada tahun beliau berhaji mendatangi ‘Aisyah sementara beliau menangis dan telah berihram untuk umrah. Nabi bersabda: ‘Ada apa denganmu, apakah emgkau nifas (yakni haid)?’ Aku menjawab: ‘Benar.’ Beliau bersabda:’Ini adalah perkara yang Allah Ta’ala tetapkan pada wanita anak keturunan nabi Adam.’ (HR. Muslim)
Baca selengkapnya https://muslimah.or.id/10442-hukum-obat-pencegah-haid.html